PPP SUMUT BERGERAK BERSAMA RAKYAT--- Mau Dipublikasikan, Kami Harian_Indonesiapagi.Online Siap Hadir Untuk Anda. Terima Kasih. BUKTIKAN.....!---DIJUAL HP SECOND, MOBIL SECOND, DAN SEPEDA MOTOR SECOND MURAHHH....HUB:085837686014---MAU BERDISKUSI TENTANG JURNALIS, POLITIK DAN AGAMA HUBUNGI MAHASISWA S3 PPs UIN SUMUT SUASANA NIKMAT GINTING, MA DI NOMOR HP 081396100099---KESEHATAN ITU PALING UTAMA. JAGA KESEHATAN DENGAN MADU HITAM" SILAHKAN PASANG IKLAN BARIS ANDA DI SINI, HUB. Hp: 081396100099

Senin, 19 Oktober 2020

Radikalisme dan Terorisme Tumbuh Dari Intoleransi

 


Radikalisme dan Terorisme Tumbuh Dari Intoleransi

Medan, (IP)- Prof Katimin menjelaskan, radikalisme dan terorisme berakar dari sikap intoleransi. Untuk itu perlu menumbuhkan rasa toleransi sesama masyarakat dan tidak beranggapan paling benar dan bagi yang berbeda pandangan bukan alasan untuk diperangi. 

Terkait itu ia berpendapat pentingnya upaya pencegahan dari lembaga terkait untuk menekan radikalisme, termasuk dengan melibatkan TNI di dalam menangani terorisme tersebut.

Demikian disampaikan Prof Dr.Katimin, MA, Senin (19/10), di Aula Dakwah UIN Sumut Medan.

Acara Webinar Nasional ini dilaksanakan oleh Fakultas  Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) bersama Academic TV  bertema polemik pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme.

Menurut Prof Katimin, Keikutsertaan TNI merupakan upaya untuk menjaga keutuhan NKRI dari kehancuran akibat tindakan terorisme maupun radikalisme. 

Giat akademis ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Dekan FUSI Prof Dr Katimin, MAg, pakar hukum dan aktivis Dr Zulkarnain Nasution, MA dan Dr Adi Mansar Lubis, SH, MHum serta psikolog Prof Dr Irmawati. Webinar dipandu secara virtual oleh akademisi Mufti Makarim. 

Pakar hukum, Dr Zulkarnain menyampaikan, polemik atau masalah mendasar soal pelibatan TNI dalam terorisme ini terjadi ketika revisi undang-undang tindak pidana terorisme. "Banyak yang menjadi polemik seperti definisi terorisme hingga soal pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme. Hal itu yang perlu dijelaskan dalam ketentuan turunan yaitu peraturan presiden (perpres) yang saat ini sedang dibahas," ujarnya.

Dijelaskannya, terdapat respons publik yang pro dan kontra terkait tema bahasan tersebut. "Saat ini, mendapat banyak pro dan kontra, seperti anggapan dan ketakutan bakal terjadi militerisasi hingga potensi pelanggaran HAM dan sebagainya," ungkapnya.

Namun ia menegaskan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sangat diperlukan namun dengan batasan tertentu. "Boleh ada pelibatan TNI namun tentu ada batasannya. Batasan-batasan tersebut diminta agar diatur dalam perpres dimaksud, yang kini dibahas di tingkat presiden dan DPR. Ini juga diperlukan agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru bagi publik. Kita dalam webinar ini sepakat ada keterlibatan TNI namun terbatas. Tidak sepenuhnya penanganan terorisme  oleh TNI," urainya.

Hal itu dipaparkannya terkait perkembangan penanganan terorisme yang didominasi kepolisian dan lembaga terkait lain seperti BNPT dinilai belum optimal. Dicontohkannya seperti penanganan kasus teroris Santoso yang akhirnya menurunkan prajurit TNI yang berhasil memburu kelompok teroris di hutan rimba. Dijelaskannya kemampuan dan taktis penyergapan di hutan lebih dikuasai TNI sehingga dalam kasus itu, penugasan TNI cukup tepat dan efektif. Berdasarkan penggalan peristiwa ini, diharapkan menghasilkan rekomendasi. "Webinar ini bertujuan mendapatkan masukan dari akademisi dan masyarakat umum agar direkomendasikan untuk menjadi pertimbangan dalam peraturan yang sedang dibahas dan akan diterbitkan tersebut, harus ada pembagian tugas yang jelas," jelasnya.

Ia mengharapkan, masalah radikalisme dan terorisme ditangani dengan baik dan penanganan dan antisipasinya menggunakan pendekatan-pendekatan yang humanis.

Sementara Dr Adi Mansar, narasumber yang mengulik materi dari sisi hukum menjelaskan, keterlibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme merupakan hal yang lazim atau wajar. Karena dalam UU TNI sendiri pun dijelaskan tugasnya untuk menangani aksi terorisme dan masuk operasi militer selain perang (OMSP). Ia menegaskan, tidak ada keraguan tentang kredibilitas TNI dan pelibatannya untuk mengatasi ancaman terorisme, namun diberikan dalam situasi tertentu. (RED)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar