Pendidikan Seumur Hidup
Oleh : Suasana Nikmat Ginting, MA.
BAB
I
A.
Pendahuluan
Pendidikan adalah modal utama yang
harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan pendidikan akan meninggikan derajat
seorang manusia dibandingkan dengan manusia yang lain, manusia akan
dianggap berharga bila memiliki pendidikan yang berguna bagi sesamanya.
Masa dari pendidikan sangatlah panjang, banyak orang yang
beranggapan bahwa pendidikan itu berlangsung hanya disekolah atau masa sekolah
saja, tetapi dalam kenyataanya pendidikan berlangsung sepanjang hayat melalui
pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupan seorang manusia. Pendidikan
berlangsung tanpa batas yaitu mulai sejak lahir sampai kita meninggal dunia.
Selain itu islam juga mengajarkan untuk mempelajari firman-Nya, baik qouliyah,
yakni ayat-ayat pada mushaf Al-Qur’an, maupun ayat kauniyah atau
kejadian-kejadian di alam sekitar. Maka jelaslah sudah bahwa pendidikan
sepanjang hayat itu sangat benar adanya didalam fase kehidupan kita.
Suatu
kecenderungan positif yang tampak dikalangan masyarakat Indonesia dewasa ini
adalah pengkajian ayat- ayat Al Quran untuk menemukan ke dalaman maknanya.
Pengkajian itu tidak terbatas pada masalah keagamaan yang dogmatis saja, tetapi
juga masalh sosial budaya, politik, ekonomi maupun pendidikan.
Oleh
sebab itu, melalui berbagai media massa, terlihat beberapa tema persoalan yang
dipecahkan dengan pendekatan Alquran. Hal ini membuktikan adanya kesadaran umat
Islam untuk menemukan metode baru dalam pengkajian masalah keagamaan.
Dengan
kesadaran ini, Al quran harus dipandang sebagai panutan dalam berbagai aspek
kehidupan, tidak hanya ajaran dogmatis, tetapi juga ilmu pengetahuan dan salah
satu cabang ilmu pengetahuan itu adalah ilmu pendidikan. Meskipun Alquran tidak
menjelaskan secara terinci tentang bagaimana esensi pendidikan. Namun ada
berbagai patokan dasar yang telah digariskannya. Untuk membuktikan hal tersebut
maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan.
Para pakar
pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan
itu dapat dilihat dari dua sisi. Pertama , aspek eksternal manusia yang akan
didik. Upaya penyamaian konsep atau ide kepada orang lain atau masyarakat, agar
orang tau masyarakat yang belum tau menjadi tau. Misi berupa konse atau ide
yang disampaikan kepada orang atau masyarakat itu adalah misi kemaslahatan
dirinya sendiri maupun kemaslhatan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan
berarti pewarisan budaya.[1]
Kedua,
aspek internal manusia yang akan didik. Manusia adalah alam kecil (microkosmos)
yang penuh dengan bermacam macam kekayaan. Atau dengan kata lain, manusia
bagaikan perut bumi yang penuh dengan barang tambang, seperti emas, perak,
intan dan berlian. Kekayaan terpendam itu tidak akan berguna sebelum diangkat
dari perut bumi. Ia harus digali dan digarap
untuk mengeluarkan kekayaan – kekayaan tersebut. Begitu juga dengan
manusia, di dalam dirinya tersimpan potensi- potensi yang bila dieksploitasi dengan cermat, niscaya ia merupakan kekayaan, bukan saja bagi
dirinya, tetapi juga bagi masyarakat. Intelegensi manusia ialah diantara
potensi- potensi itu. Begitu juga dengan kreatifitas. Keperibadian dan lain-
lain potensi yang dimilikinya. Bukankah sain dan tekhnologi bagian dari
kecerdasan dan kreatifitas manusia? Karenanya, mengeksploitasi potensi- potensi
manusia adalah tugas pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan dalam hal
pengembangan potensi.[2]
Jadi,
selain mewariskan nilai- nilai budaya
dari generas- ke generasi untuk
memelihara identitas masyarakat, pendidikan juga bertugas megembangkan potens
manusia untuk dirinya sendiri dan
masyarakat, atas dasar ini maka dapatlah dipaham bahwa pada hakikatnya,
pendidikan adalah suatu upaya transformasi nilai dan pengembangan potens
manusia. Sedangkan kedua potensi itu,
baik yang berlangsung secara formal mauoun yang informal, diharapkan dapat
melahirkan perubahan- perubahan dalammasyarakat.
Dengan
demikian, telaah terhadap esensi pendidikan dan pembelajaran akan meliputi
cakupan identifikasi ciri- ciri inti sebagai berikut: pertama; potensi
pendidikan adalah usaha sadar untuk mencapau suatu tujuan yang diinginkan.
Usaha sadar sebagi suatu sistim Approach
adalah unsur dinamika dari proses transformasi yang lebih baik yang
direncanakan semula.Kedua;proses pendidikan
mencakup usaha perkembangan secara optimal dan kualitatof atas semua
aspek keperibadian, dan kemampuan ( kognitif. Konatif, efektif dan fisik ),
serta semua aspek peranan manusia dalam kehidupannya ( pribadi, sosial dan
profesional ), ketiga; proses pendidikan yng berlangsung dalam semua lingkungan
pengalaman hidup, di lingkungan keluarga dan rumah tnggga, sekolah maupun
masyarakat; keempat, proses pendidikan berlangsung dalam seluruh tahapan
perkembangn seorang sepanjang hayatnya (Long
Life Education- belajar tiada akhir).[3]
BAB
II
B. Pembahasan
2.1 Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
Istilah konsep
berasal dari bahasa latin yaitu conceptum, artinya sesuatu yang dipahami.[4] Di dalam memahami konsep pendidikan seumur hidup, harus dipahami dulu
bahwa setiap individu selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri ini dilakukan dengan cara
mengubah dirinya, dalam arti berusaha memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan atau mengubah lingkungannya. Karena lingkungan tempat
hidup individu tersebut selalu dan terus menerus berubah serta
berlangsung dengan cepat, sehingga proses penyesuaian diri ini juga akan
berlangsung terus selama individu tersebut hidup.
Berdasarkan proses tersebut diatas,
maka pendidikan tidak dipandang sebagai persiapan untuk hidup di dalam
masyarakat yang berlangsung hanya sementara, melainkan suatu bagian dari hidup
manusia. Karena itulah proses pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur
hidup, yaitu sejak manusia lahir sampai meninggal dan berlangsung di lingkungan
keluarga, masyarakat, sekolah, maupun di lingkungan pekerjaan. Sehingga dapat
dimengerti bahwa sekolah hanyalah salah satu sumber pendidikan dalam pendidikan
seumur hidup. Jadi pendidikan erat sekali hubungannya dengan belajar. Belajar
ialah suatu proses, dan melalui proses ini terjadi pendidikan.[5]
Menurut konsep life long education,
pendidikan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pendidikan akan selalu
berlangsung dalam totalitas kehidupan, di dalam keluarga, suku bangsa, melalui
agma, mesjid, gereja, sekolah formal, organisasi-organisasi kerja, organisasi
pemuda, dan organisasi masyarakat pada umumnya, dengan membaca buku,
mendengarkan radio, memperhatikan televisi, dan sebagainya.[6]
Salah satu prinsip pendidikan Islam adalah prinsip kontinuitas
atau berkelanjutan. Dari prinsip inilah
dikenal pendidikan seumur hidup. Dalam Islam adalah suatu kewajiban yang tidak
pernah dan tidak boleh berakhir. Seruan “membaca” yang ada dalam al-Qur’an (QS. al-‘Alaq:1) merupakan perintah
yang tidak mengenal batas waktu.[7]Kemudian
terdapat di dalam ayat Al-Qur’an surat
Al-Mujaadilah ayat 11:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”.
Sedangkan term pendidikan seumur hidup
ini juga bisa dilihat di dalam hadis yaitu,
اَطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى
اللَّحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari
buaian sampai meninggal dunia”. HR Bukhari[8]
Dengan demikian, pendidikan Islam
mengajarkan kepada manusia untuk terus menuntut ilmu dengan berlandaskan ibadah
kepada Allah subhanahu wata’ala serta membentuk forum dialogis yang
komprehensip dan konstruktif. Apalagi “Islam merupakan paradigma ilmu
pendidikan” dan merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu
wata’ala sebagai pedoman hidup untuk mencapai kesejahteraan dunia dan
akhirat. Namun
pedoman tersebut baru dapat dipahamai setelah dipelajari, dipahami, di yakini
dan di hayati, dan di amalkan setelah melalui proses pendidikan.[9]
Dalam
penitian jalan panjang kehidupan manusia yang diciptakan untuk beribadah kepada
Allah ta’ala dengan sarana beriman kepada-Nya tanpa keraguan dan penuh
keyakinan, yang mana keyakinan hanya akan didapat dengan ilmu yang bersumber
pada wahyu, maka sebuah keniscayaan di dalam masa hidup manusia yang penuh
dengan pergolakan dan keguncangan dalam mempertahankan keimanan sampai wafat di
atas keimanan (Islam) untuk tetap istiqomah dijalan-Nya harus senantiasa
dalam wahana pencapaian ilmu dan pengamalannya.
2.2. Urgensi pendidikan sepanjang
hayat.
Pendidikan
dalam Islam yang sarat dengan nilai-nilai wahyu ilahiyyah, melahirkan sistem
yang saling berkaitan antara pemahaman yang benar dengan menggunakan akal
pikiran yang bersesinergikan dengan keyakinan dalam hati yang
berlandaskan iman, yakni dibarengi ketundukan dan ketataatan atas syariat dan
hukum yang diistinbatkan dari wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan
implementasi dalam tingkah laku perbuatan. Hal ini berlangsung sepanjang hayat
yang bertransformasi menjadi tradisi kehidupan di sisi keilmuan umat Islam.
Adian Husaini[10] menyebutkan tradisi ilmu dalam
islam sejak awal sudah bersifat tauhidy, tidak sekuler, tidak mendikotomikan antara unsur
dunia danunsur akhirat ‘ antara ilmu-ilmu dunia dan ilmu akhirat, semua itu
bermuara pada satu tujuan; yaitu untuk mengenal (marifah) kepada Allah
subhanahu wata’ala dan mencintai ibadah kepadanya. Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, Tuhan) selain Allah subhanahu wata’ala dan mohonlah ampunan bagi dosamu
dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.danAllah subhanahu
wata’ala mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (Q.S
muhammad : 19).
Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan ratusan
perintah dalam Al-Qur’an agar manusia menggunakan akalnya untuk berfikir untuk
mendapatkan keimanan, baik bertafakkur dengan ayat-ayat kauniyah(tanda-tanda
di alam) yang diciptakan-Nya, ataupun dengan bertadabbur dengan ayat-ayat qauliyah
(Al-Qur’an) yang diturunkan-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(Q.S
Ali Imran : 190).
(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.
(Q.S Ibrahim :
52).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa akal dan wahyu
ibarat mata dan cahaya,”bahkan akal adalah syarat untuk mengilmui sesuatu dan
untuk beramal dengan
baik dan sempurna. Akal pun akan menyempurnakan ilmu dan amal. Akan tetapi,
akal tidaklah berdiri sendiri.Akal bisa berfungsi jika dia memiliki instink dan
kekuatan sebagaimana penglihatan mata bisa berfungsi jika adanya cahaya.Apabila
akal mendapati cahaya iman cahaya mentari.Jika bersendirian tanpa cahaya, akal
tidak bisa melihat atau mengetahui sesuatu.”(Majmu’ Al-Fatawa, 3/338-339)[11]
Bahkan, Allah subhanahu wata’ala swt melalui
firman-Nya (Al-Qur’an) sangat menekankan, bahwa ada perbedaan antara yang
berilmu dan yang tidak beilmu. Orang yang beriman dan yang berilmuakan diangkat
derajatnya.Karena itulah, Allah subhanahu wata’ala mengancam keras
orang-orang yang tidak menggunakan segala potensinya untuk berfikir dan meraih
ilmu.Orang-orang seperti ini, dalam al-Quran disamakan derajatnya dengan
binatang ternak yang tidak memilki kemanfaatan kecuali hanya bagi kahidupan
dunia.
Firman Allah subhanahu wata’ala
:
(Al-A’raf :
179)
Karena itulah, setiap muslim wajib menyibukan dirinya dalam urusan keilmuan,
sebagaimana diperintahkan oleh Rosulullah : “ mencari ilmu adalah wajib bagi
setiap muslim.”[12]
Inilah yang menjadi perbedaan antara tradisi keilmuan dalam
Islam dengan selainnya, pemanfaatan panca indra untuk merenungi ayat-ayat
Allahkyang melahirkan amal, dengan keyakinan akan maslahat untuk manusia itu
sendiri selama hidupnya dan akan terus berlangsung hingga akhir hayatnya.
2.3. Ayat-Ayat Tentang
Pendidikan Seumur Hidup
Dasar
pemikiran yang menggambarkan harapan atau tujuan setiap bentuk pendidikan dan makna telaah mengenai esensi pendidikan
tersebut, sejalan dengan tujuan al Quran, yakni mengadakan perubahan- perubahan
positif dalam masyarakat. Ini digambarkan
dalam surat Ibrahim (14): 1:
1. Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan
kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji.[13]
Dari berbagai
teori pendidikan yang dihasilkan oleh pakar ilmu pendidikan, telah disepakati
bahwa materi pendidikan harus disampaikan. Dengan demikian pendidikan adalah
suatu peristiwa penyamian atau proses transformasi. Al Quran menegaskan yang
serupak ketika menyampaikan materinya kepada penerimanya, yaitu nabi Muhammad
Saw sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Maidah (5):67:
67.
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430].
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[14]
[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh
Nabi Muhammad s.a.w.
Dalam proses
transformasi itu, di samoing ada subyek
atau yang menyampaikan materi, adapula objek
yang menerima penyampaian materi itu. Hal ini mengandung makna komunikasi .
Komunikasi itu tentunya tidak dapat berlangsung dalam ruang hampa, melainkan
dalam suasana yang mengandung tujuan. Harus diusahakan pencapainnya dengan
mengarahkan segala daya upaya pendidikan, seperti: bahasa, metode, alat dan
sebagainya.
Gambaran
tentang arti pendidikan yang dikemukakan
ini serta pengamatan terhadap ayat –ayat Al Quran,mengantarkan kita kepada
kejelasan maknanya bahwa ada patokan fundamental tentang pendidikan dalam Al
Quran. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu peristiwa “komunikasi” yang berlangsung
dalam situasi dialogis antara manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Sehubungan
dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan
ketentuan-ketetuan Al Quran tetang ilmu pendidikan. Hal tersebut adalah (1)
tuuan pendidikan (2) metode penyampaian pendidikan; dan (3) masa yang
dibutuhkan guna kelangsungan pendidikan. Tujuanny adalah agar terkuak hakikat
setiap usaha dan pelaksanaan pembelajaran dalam hidup manusia. Al Quran telah
menyatakan dengan isyarat yang tegas tentang tujuan terciptanya alam raya ini.
Seperti yang terdapat dalam surat Al Anbiya (21): (16):
16.
Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara
keduanya dengan bermain-main[954].[15]
[954] Maksudnya: Allah menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya itu adalah dengan maksud dan tujuan yang
mengandung hikmat.
Ayat ini
memberikan pemahaman bahwa bumi dan planet- planet yang telah diciptakan Allah
SWT bertujuan tertentu dan untuk kepentingan makhlukNYA.7 dalam beberapa ayat
Al Qur’an, terdapat isyarat dan patokan dasar tujuan pendidikan. Antara lain
terdapat dalam Al Qur’an Al Isra (17):
9:
9.
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus
dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,[16]
Penegasan ayat
tersebut menunjukkan bahwa Al Qur’an mengintrodusir dirinya sebagai pemberi
petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. Petunjuk- petunjuknya bertujuan
memberikan kesejahteraan dan kebahagian bagi manusia. Karena itu , ditemukan
petunjuk- petunjuk bagi manusia dalam
kedua bentuk tersebut.
Rasulullah
saw sebagai penerima Al Qur’an , bertugas untuk menyampaikan, mengajarkan, dan
memuliakan manusia, sebagaimana ditegaskan Surat Al-jumua’ah (62): 2:
2.
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Kata Yuzakkihim (arabnya =menyucikan) dalam ayat di atas
dapat diidentikkan dengan mendidik. Sedngkan kata yu’allimuhum (arabnya=mengajarkan) tidak lain kecuali mengisi benak
anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisik serta
fisika.[17]
Hal
yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyusiaan, dan pengajaran tersebut adalah
pengabdian kepada Allah. Hal itu sejalan dengan tujuan penciptaan manusia.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam surat Az Zariat (51): 56:
56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Menurut interpretasi Musthafa Al -
Keik, bahwa Allah tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menjadikan
tujuan akhir atau hasil dari segala aktifitasnya sebagaipengabdian kepadaNYA.[18]
Aktifitas yang dimaksudkan, tersimpul dalam kandungan surat Al Baqarah (2) :
30:
30.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."[19]
Sehubungan dengan fungsi manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini, Alquran menjelaskan hal tersebut di dalam
surat Hud (11): 61:
61.
Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726],
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."[20]
[726] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia
untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Ayat ini memberikan pengertian bahwa
manusia yang dijadikan khalifah oleh Allah, bertugas memakmurkan atau membangun
bumi sebagaimana konsep yang ditetapkan oleh Allah. Atas dasar ini maka tujuan
pendidikan dalam Alquran dapat menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan
Khalifah NYA, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah.[21]
Dengan kata lain yang lebih singkat, dan sering digunakan Alquran, yakni untuk
bertaqwa kepada Allah.
Kekhalifahan mengharuskan ada emat
sisi yang saling berkaitan , yaitu : (1) pemberi tugas, dalam hal ini Allah
SWT; (2) penerima tugasdalam hal ini manusia secara perorangan atau kelompok;
(3)tempat atau lingkungan dimana mereka
itu berada; (4)eteri-meteri penugasan yang harus mereka laksanakan.[22]
Tugas kekhalifahan tersebut tidak dapat dinilai berhasil
apabilamateri penugasan tidak dapat dilaksanakan dan kaitan antara penerima
tugas dan lingkungannya tidak diperhatikan. Khususunya menyangkut kaitan antara penerima tugas dan lingkungannya. Oleh
karena itu,penjabaran dari tugas kekhalifahan harus sejalan dan diangkat dari
dalam masyarakat itu sendiri. Para pakar ilmu pendidikan telah sepakat bahwa
pendidikan suatu masyarakat tidak dapat diimpor dari atau ke masyarakat lain,
tetapi pendidikan harus diangkat dari tatanan kehisupan masyarakat itu sendiri.
Pendidikan adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai bentuk dan
ukuran pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup serta nilai-nilai
yang terdapat dalam masyarakat tersebut.[23]
Seperti yang dikemukakan diatas
bahwa tujuan yang akan dicapai oleh Al-Qur’an adalah membina manusia, guna
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Manusia yang
dibinanya itu adalah makhluk yang memiliki unsur-unsur material, yaitu jasmani,
dan non material yaitu akal dan jiwa. Pembinaan akal menghasilkan kecerdasan
sedangkan, pembinaan jiwa menghasilkan etika. Dan pembinaaan jasmani
menghasilakan keterampilan. Dengan penggabungan kecerdasan dan keterampilan,
akan tercipta makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan dunia dan akhirat,
ilmu dan iman.itulah sebabnya dalam dunia pendidikan islam, dikenal istilah adabud
–din dan adabud – dunya.[24]
adabud –din adalah hasil pembinaan akal dan jiwa manuasia yang
melahirkan kecerdasan dan budi pekerti yang luhur. adabud –dun-ya adalah
hasil pembinaan jasmani yang melahirkan berbagai macam keterampilan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan yang diinginkan Al-Qur’an adalah
membentuk manusia seutuhnya. Jelasnya, mewujudkan manusia-manusia cerdas,
berbudi luhur dan terampil sehingga mampu memperseimbangkan antara kepentingan
dunia dan akhiratnya, serta memadukan antara ilmu dan iman yang dimilikinya,
serta suatu kebutuhan yang paling menunjang.
Al-Qur’an dalam mengerahkan
pendidikannya kepada makhluk manusia menghadapi dan memperlakukan makhluk
tersebut sejalan dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal dan jiwa. Oleh
karena itu, materi-materi pendidikan yang disajikan Al-Qur’an, hampir selalu
mengarah kepada jiwa, akal dan raga manusia.
Dari sekian banyak ayat-ayat
Al-Qur’an yang menyangkut metode pendidikan, ditemukan ayat yang mengaitkan
antara keterampilan dengan kekuasaan Allah. Antara lain, dalam Surat Al Anfal
8:17:
17.
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.[25]
Dalam penyajian materi pendidikan,
Al-Qur’an membuktikan kebenaran materi tersebut melalui argumentasi logika.
Argumentasi-argumentasi yang dikemukakannya serta arahan yang dapat membuktikan
sendiri oleh manusia ( anak didik ) melalui penalaran akalnya, telah lebih
dahulu diajurkan oleh Al-Qur’an, untuk dilakukan pada saat mengemukakan teori
tersebut.
Kondisi demikian, ditemui pada akhir
permasalahan yang dijelaskan atau disajikan Al-Qur’an, baik yang menyangkut
akidah dan kepercayaan, hukum maupun sejarah. Menurut Abdul karim Khatib bahwa
kondisi demikian, bertujuan agar intelegensia manusia,berperanan dalam menenmukan
hakekat materi yang disajikan itu, sehingga manusia merasa memiliki dan merasa
bertanggung jawab untuk membelanya.[26]
Contoh yang dapat dikemukakan tentang metode ini adalah
ayat-ayat Al-Qur’an, surat Al Isra 17:49-51
49.
Dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah menjadi tulang belulang dan
benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah Kami akan dibangkitkan kembali
sebagai makhluk yang baru?"
50.
Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi,
51.
Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut
pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan
Kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali
yang pertama". lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka
kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah:
"Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat",[27]
Pada rangkaian ayat-ayat diatas,
dapat dipahami adanya metode pendidikan yaitu menggambarkan keberatan-keberatan
mereka (anak didik) yang tidak percaya pada hari kebangkitan dengan mengatakan:
pakah bila kami telah menjadi tulang- belulang atau benda –benda yang hancur
akan dapatkah kami dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? Al-Qur’an
yang ingin melibatkan penalaran manusia dalam penemuan keyakinan tentang hari
kebangkitan, tidak menjawab pertanyaan tersebut dengan syah, tetapi diajukannya
pertanyaan baru yang belum pernah terlintas dalam benak manusia, yaitu:
bagaimana jika seandainya, bukan tulang-belulang (yang pernah dibentuk keidupan
itu) tetapi batu atau besi atau apa saja yang lebih sukar diyakini untuk dapat
dibangkitkan.?
Pada saat itu, Al-Qur’an mengajak
manusia (anak didik) menggunakan daya nalar mereka, yang pada akhirnya akan
bertanya: siapakah yang akan menghidupkan semua itu kembali? Jawabannya, pasti
akan ditemukan pada diri mereka sendiri bahwa tentu Dia (Allah) yang pertama
kali mewujudkannya,sebelum tadinya ia tiada ( causa prima)?. Disisni terlihat bahwa pertanyaan-pertanyaan pertama
yang diajukam sudah tidak berarti sama sekali jika dibandingkan dengan
pertanyaan yang diajukan kemudin. Jawaban yang diberikan begitu meyakinkan,
sehingga mereka menundukkan kepala sambil bertanya: kalau demikian, kapankah
terjadi hari kebangkitan? Dan jawaban sendiri oeh manusia (anak didik) mungkin
tidak lama lagi.[28]
Adapun metode pendidikan yang
tergambar pada rangkaian ayat-ayat tersebut adalah metode diskusi. Metode ini
mengarahkan anak didik untuk menemukan sendiri kebenaran melalui penalaran
akalnya,serta bimbingan gurunya. Sama halnya dalam materi hukum yang disajikan
Al_qur’an akan ditemukan penjelasan-penjelasan tentang sebab serta hikmah
ketetapan(hukum) tersebut. Sebagaimana dalam surat Al Maidah 5:91:
91.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).[29]
Ayat diatas menjelaskan bahwa sebab
dan hikmah diharamkannya minuman khamar dan perjudian, karena kedua-duanyanya
dapat menimbulkan perkelahian,serta menghalangi dari mengingat Allah dan
sembahyang ( mengerjakan sholat)
Walaupun diakui, bahwa tidak semua
ayat-ayat hukum mengandung sebab dan hikmah, seperti yang dikemukakan diatas.
Namun, semua itu hendaknya disesuaikan dengan metode pengamatan yang bersifat
umum tersebut.[30]
Disamping metode diatas, Al-Qur’an
juga menggunakan kisah sebagai salah satu metode untuk mencapai tujuan yang
dikehendakinya. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan, baik kisah
tersebut benar-benar terjadi maupun kisah simbolik.
Dalam mengemukakan kisah, Al-Qur’an
tidak segan untuk menceritakan kelemahan manusia. Namun, hal tersebut
digambarkan sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat
mengundang rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menekankan
akibat dari kelemahan diri seseorang yang digambarkannya, pada saat kesadaran
manusia dan kemenangannya mengatasi kelemahan itu. Sebagai contoh, kisah karun
yang diungkapkan dalam surat Al Qashash 28:78-81:
78.
Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang
ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang
berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
79.
Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya[1139]. berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".
[1139] Menurut mufassir: Karun ke luar dalam satu
iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh
untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.
80.
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah
bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang
sabar".
81.
Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia
Termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).[31]
Demikian
pula kisah Nabi Sulaiman, ketika terpengaruh oleh keindahan kuda-kudanya.
Sebagaimana yang dikisahkan dalam surat Shad
38:30-35:
30.
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, Dia adalah sebaik- baik hamba.
Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhannya),
31.
(ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu
berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore,
32.
Maka ia berkata: "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang
yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang
dari pandangan".
33.
"Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku". lalu ia potong kaki dan
leher kuda itu.
34.
Dan Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak
di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia
bertaubat[1302].
[1302] Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan ujian ini ialah keberantakan kerajaan Sulaiman sehingga orang
lain duduk di atas singgasananya.
35.
Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Pemberi".[32]
Al-Qur’an mengemukakan
kisah-kisahnya sama dengan pengarang novel yang mengungkap bahwa wanita salah
satu unsur terpenting dalam suatu kisah sehingga hampir tak satupun kisah dalam
Al-Qur’an yang tidak melibatkan wanita.[33] Bahkan,Al-Qur’an menggambarkan mukaddimah hubungan seks,
tetapi harus dipahami bahwa gambaran tersebut tidak seperti apa yang dilakukan
oleh sebahagian penyusun novel yang memancing nafsu dan meransang birahi.
Al-Qur’an menggambarkan sebagai suatu kenyataan dalam diri manusia yang tidak perlu
ditutup-tutupi, atau dianggap sebagai suatu kekejian.[34]
Kisah yang semacam ini dapat dilihat contohnya dalam hubungan antara Nabi Yusuf
dan Zulaihah, yang telah dikisahkan dalam surat Yusuf
12: 23:
23.
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,
sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.[35]
Al-Qur’an menggunakan juga kalimat-kalimat
yang menyentuh hati, untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya.
Akan tetapi, materi pendidikan yang disampaikannya selalu berkaitan dengan
panutan dan suri tauladan dari subyek pendidikan (pendidik) dalam hal ini
Rasulullah saw. Ileh karena itu, terhimpunlah didalam diri Rasulullah berbagai
keistimewaan yang memungkinkan manusia (anak didik) yang mendengarkan
ajaran-ajaran Al-Qur’an, untuk melihat dengan nyata penjelmaan ajaran tersebut pada
pribadi beliau. Yang selanjutnya, mendorong manusia (anak didik) untuk meyakini
keistimewaan dan mencontohi pelaksanaannya.
Disamping itu, pembiasaan yang pada
akhirnya melahirkan kebiasaan yang ditempuh Al-Qur’an dalam rangka menetapkan
pelaksanaan materi ajarannya. Pembiasaan tersebut menyangkut segi-segi pasif
dan aktif. Perlu diperhatikan bahwa yang dilakukan Al-qur’an menyangkut
pembiasaan dari segi pasif. Hanyalah hal-hal yang berhubungan erat dengan
kondisi sosial, ekonomi, bukan menyangkut kondisi kejiwaan, yaitu akidah
(kepercayaan) dan etika. Dalam hal yang bersifat aktif (menuntut
pelaksanaan),ditemukan bahwa kebiasaan tersebut bersifat menyeluruh. Teori ini
dapat dibuktikanbila diamati larangan-larangannya yang bersifat pasti tampak
mengansur, yaitu yang berkaitan dengan masalah-masalah i’tiqadiyya
(kepercayaan), seperti penyembahan berhala,syirik dan sebagainya. Dalam
soal-soal yang berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, kemasyarakatan,
seperti larangan minuman keras,zina,riba dan sebagainya, semuanya melalui
proses dengan cara berangsur-angsur.
Apabila hal-hal tersebut telah
ditempuh, maka janji ganjaran dikemukakan, mislanya terdapat dalam surat Al
Baqarah 2:25:
25.
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik,
bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu."
mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.[36]
Pada ayat yang bersamaan, bila hal tersebut tidak
dipatuhi, Al-Qur’an menjatuhkan sangsinya yang ditempuh secara bertahap.
Seperti dalam surat Al-Maidah (5):87:
87.
Wahai orang-orang Yang beriman! janganlah kamu haramkan benda-benda Yang
baik-baik Yang telah Dihalalkan oleh Allah bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas (pada apa Yang telah ditetapkan halalnya itu); kerana
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang Yang melampaui batas.[37]
Kemudian disusul dengan ancaman peperangan langsung dari
Allah. Sebagaimana yang termaktub dalam surat
Al Baqarah 2 : 279:
279.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya.[38]
Setelah itu,disusul dengan ancaman
amarah Allah. Seperti yang terdapat dalam surat An
Nahl 16: 106:
106.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan
Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.[39]
Kemudian disusul dengan ancaman
siksa diakhirat sebagaimana yang terdapat dalam surat Al
Furqan 25:69:
69.
(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal
dalam azab itu, dalam Keadaan terhina,[40]
Selanjutnya, disusul dengan nacaman
siksa didunia. Seperti yang termaktub dalam surat At-Tawbah 9:39:
39.
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan
siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak
akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.[41]
Akhirnya, disusul dengan menjatuhkan
sanksi hukuman didunia secara pasti. Seperti yang termaktub dalam surat Al
Maidah 5: 38:
38.
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[42]
Itulah selayang pandang sebahagian
metode yan ditempuh Al-qur’an dalam rangka pendidikannya terhadap umat manusia.
Kalau metode pendidikan Al-Qur’an itu digunakan untuk menyoroti metodologi
pendidikan, khususnya, pendidikan agama, maka sering kali ditemukan dalam
kenyataan hal-hal yang tidak sejalan atau bertentangan dengan metode tersebut.
Telah dijelaskan bahwa Al-qu’an
menuntut anak didiknya untuk menemukan kebenaran melalui usaha anak didik itu
sendiri dengan memanfaatkannya daya nalarnya, dan menuntut agar materi yang
disajikan dihayati kebenarannya melalui argumnetasi logika. Demikian pula,
sejarah yang disampaikan mengantar kepada tujuan pendidikan dalam berbagai
aspeknya. Pendidik (subjek pendidik),harus membuktikan dirinya sebagai panutan.
Bagaimana halnya yang ditemukan dalam kenyataan pendidikan sekarang ini,
khususnya dalam bidang metodologi pendidikan? Jawabannya, tentu akan dimintakan
kepada pengelola pendidikan dan pendidik itu sendiri.
Sifat kependidikan al-qur’an adalah
bersifat rabbaniy. Berdasarkan ayant
yang pertama-tama turun, yakni dalam surat Al
Alaq 96:1:
1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Selanjutnya, seseorang yang
melaksankannya juga disebut rabbaniy,
yaitu oleh Al-Qur’an dijelaskan dirinya antara lain, mangajarkan kitab Allah,
yang tertulis (Al-Qur’an), maupun yang tidak tertulis (alam raya), serta
mempelajarinya secara terus menerus. Seperti dalam surat Ali Imran 3:79:
79.
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], karena kamu
selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.[43]
[208]
Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.
Jangankan yang harus dipelajari
sedemikian luas dan menyeluruh itu, tidak mungkin dapat diraih secara sempurna
oleh seseorang (anak didik). Oleh karena itu, dia harus berusaha semaksimal
mungkin untuk mendapatkan sesuatu yang akan diraihnya, dan ini berarti
seseorang (anak didik) dituntut untuk terus menerus belajar. Nabi Muhammad saw,
sekalipun telah mencapai puncak dari segala puncak, namun masih tetap
diperintahkan Allah untuk selalu bermohon dan sambil berusaha, guna memperoleh
ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang disebutkan dalam surahThaha 20:114:
114.
Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."[44]
[946] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah
menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai
membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami
betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Hal tersebut sejalan dengan sebuah
ungkapan yang oleh sebahagian ulama dianggap sebagai Hadis Nabi Muhammad saw,
yakni: “tuntutlah ilmu mulai dari
buaian hingga keliang lahat”.
Terlepas dari sahih atau lemahnya
penisbahan ungkapan tersebut kepada Nabi, namun jelas yang pasti bahwa ungkapan
tersebut sejalan dengan konsep Al-qur’an tentang keharusan menuntut ilmu, dan
memperoleh pendidikan sepanjang hidup. Dari ungkapan tersebut sejalan dengan
konsep Al-Qur’an tentang keharusan menuntut ilmu, dan memperoleh pendidikan
sepanjang hidup. Dari ungkapan tersebut menunjukkan ide yang terdapat dalam
khazanah dipopulerkan oleh paul lengrand, dalam bukunya An Introduction to life Long Education.
Pendidikan seumur hidup yang
dikemukakan itu, tentunya tidak hanya terlaksana melalui jalur-jalur formal,
tetapi juga melaui jalur informal. Dalam relefansinya dengan identifikasi
esensi pendidikan, maka hal yang perlu dijabarkan adalah pertanyaan: siapakah
yang harus melaksankan usaha pendidikan itu? Para pakar ilmu pendidikan telah
menjelaskan bahwa usaha pendidikan adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh
seorang yang menghayati tujuan pendidikan. Ini berarti bahwa tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang
yang lebih dewasa dan matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian
dan kemampuan yang profesional.
Orang tua atau guru menghayati
pengalaman tugasnya, arif mengenai tujuan yang ingin dicapainya, lebih dewasa
dan matang dari anak didik yang menjadi asuhannya. Aktualisasi pengembangan
kepribadian dan kemampuan anak didik merupakan peran sentral yang koheren
dengan fungsi tanggung jawab moralnya. Peran pendidik alamiah diserahkan kepada
setiap orangtua terhadap anak kandungnya, karena hubungan kodrati secara
biologis. Sedangkan, pendidik profesional diserahkan kepada setiap guru atau
dosen terhadap anak didiknya, karena hubungan fungsi fropesionalnya. Tepatlah
kiranya ungkapan yang menyebutkan bahwa pendidikan yang berlangsung seumur
hidup adalah tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah.
2.4. Tujuan Pendidikan
Seumur Hidup
Ada dua tujuan untuk pendidikan
manusia seutuhnya dan seumur hidup, yaitu:[45]
1.
Mengembangkan potensi kepribadian
manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya
seoptimal mungkin. Sehingga secara potensial keseluruhan potensi manusia diisi
kebutuhannya agar berkembang secara wajar.
2.
Dengan mengingat proses pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dan dinamis, maka
pendidikan wajib belajar berlangsung selama manusia hidup.
Di dalam UU nomor 2 tahun 1989,
penegasan tentang pendidikan seumur hidup dikemukakan dalam pasal 10 ayat (1) yang
berbunyi:
“Penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan luar
sekolah. Jalur pendidikan luar sekolah dalam hal ini termasuk di dalamnya
pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.”
Sementara dalam Pasal
26 dinyatakan bahwa peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan
dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
Dasar
pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses
pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar
sekolah.
2.5.Pendidikan
Seumur Hidup dalam Perspektif Islam
Dalam
perspektif Islam, pendidikan seumur hidup didasarkan pada fase-fase
perkembangan manusia itu sendiri. Artinya, proses pendidikan itu disesuaikan
dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan yang dialami oleh seseorang
sampai akhir hayatnya, yakni:[46]
1.
Masa
al-Jauin (usia dalam kandungan)
Masa al-jauin, tingkat
anak yang berada dalam kandungan dan adanya kehidupan setelah adanya ruh dari
Allah swt. Pada usia 4 bulan, pendidikan dapat diter apkan dengan istilah
“pranatal”.
Karena itu, seorang ibu ketika mengandung anaknya,
hendaklah mempersiapkan kondisi fisik maupun psikisnya, sebab sangat
berpengaruh terhadap proses kelahiran dan perkembangan anak kelak.
2.
Masa
bayi (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini, orang
belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima
rangsangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya.
Karenanya, dalam fase ini belum dapat diterapkan interaksi edukatif secara
langsung. Proses edukasi dapat dilakukan menurut Islam adalah membacakan adzan
di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika baru lahir, memberi nama
yang baik ketika diaqiqah. Dengan
demikian, di hari pertama dan minggu pertama kelahirannya, sudah
diperkenalkan kalimat tauhid, selanjutnya diberi nama yang baik sesuai tuntunan
agama.
3.
Masa
kanak-kanak (usia 2-12 tahun)
Pada fase ini,
seseorang mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis. Oleh
karena itu, mulai diperlukan pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran
dan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan minat atau fitrahnya. Ketika telah
mencapai usia enam tahun hendaklah dipisahkan tempat tidurnya dan diperintahkan
untuk shalat ketika berumur tujuh tahun. Proses pembinaan dan pelatihan lebih
efektif lagi bila dalam usia tujuh tahun disekolahkan pada Sekolah Dasar. Hal
tersebut karena pada fase ini, seseorang mulai aktif dan mampu memfungsikan
potensi-potensi indranya walaupun masih pada taraf pemula.
4.
Masa
puber (usia 12-20 tahun)
Pada tahap ini,
seseorang mengalami perubahan biologis yang drastis, postur tubuh hampir
menyamai orang dewasa walaupun taraf kematangan jiwanya belum
mengimbanginya. Pada tahap ini, seseorang mengalami masa transisi, masa yang
menuntut seseorang untuk hidup dalam kebimbangan, antara norma masyarakat yang
telah melembaga yang mungkin tidak cocok dengan pergaulan hidupnya sehari-hari,
sehingga ia ingin melepaskan diri dari belenggu norma dan susila masyarakat
untuk mencari jati dirinya, ia ingin hidup sebagai orang dewasa, diakui, dan
dihargai, tetapi aktivitas yang dilakukan masih bersifat kekanak-kanakan.
Seringkali orang tua masih membatasi kehidupannya agar nantinya dapat mewarisi
dan mengembangkan usaha yang dicapai orang tuanya. Proses edukasi fase puber
ini, hendaknya di didik mental dan jasmaninya, misalnya mendidik dalam bidang
olahraga dan memberikan suatu model, mode dan modus yang Islami, sehingga ia
mampu melewati masa remaja di tengah-tengah masyarakat tanpa meninggalkan
nilai-nilai Islam.
5. Masa kematangan (usia 20-30)
Pada tahap ini,
seseorang telah beranjak dalam proses kedewasaan, mereka sudah mempunyai
kematangan dalam bertindak, bersikap, dan mengambil keputusan untuk menentukan masa
depannya sendiri. Proses edukasi yang dapat dilakukan adalah memberi
pertimbangan dalam menentukan masa depannya agar tidak melakukan
langkah-langkah yang keliru.
6.
Masa
kedewasaan (usia 30 sampai akhir hayat)
Pada tahap ini,
seseorang telah berasimilasi dalam dunia kedewasaan dan telah menemukan jati
dirinya, sehingga tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang mampu memberi
naungan dan perlindungan bagi orang lain. Proses edukasi dapat dilakukan dengan
cara mengingatkan agar mereka lebih memperbanyak amal shalih, serta
mengingatkan bahwa harta yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan agama, negara dan masyarakat.
BAB III
C.
Kesimpulan
Proses pendidikan merupakan proses
yang berlangsung seumur hidup, yaitu sejak manusia lahir sampai meninggal dunia
dan berlangsung di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, serta di
lingkungan pekerjaan.
Benih-benih pandangan tentang proses
pendidikan seumur hidup ini telah lama ada dalam sejarah pemikiran tentang
pendidikan, bahkan waktu
Nabi Muhammad Saw masih hidup, namun
penerapannya baru muncul sebagai asas pelaksanaan pendidikan pada abad
20.
Penerapan konsep pendidikan seumur
hidup pada isi program pendidikan dimasyarakat ada berbagai macam dengan
berbagai variasi, antara lain dengan cara: pendidikan baca tulis fungsional,
pendidikan vokasional, pendidikan profesional, pendidikan ke arah perubahan
dan perkembangan, pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik, serta
pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang.
Sasaran dari konsep pendidikan
seumur hidup ini yaitu diarahkan untuk: para petani dan buruh, para
remaja yang terganggu pendidikan sekolahnya, para pekerja yang
berketerampilan, para tekhnisi dan profesional, para pemimpin masyarakat, serta
para anggota masyarakat yang suah usia tua.
Ada dua tujuan untuk pendidikan
seumur hidup, yaitu mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai
dengan kodrat dan hakikatnya, serta untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian manusia yang bersifat hidup dan dinamis, maka
pendidikan wajib belajar berlangsung selama manusia hidup.
Urgensi pendidikan seumur hidup ini
dapat mempengaruhi berbagai aspek, yaitu dari aspek ideologis, aspek ekonomis,
aspek sosiologis, aspek teknologis, aspek politis, serta aspek psikologis dan
pedagogis.
Dari
uraian sederhana diatas, dapat ditarik beberapa keseimpulan sebagai berikut: Pertama,
para pendidik dan anak didik, harus menyadari bahwa tujuan pendidikan yang
ideal adalah membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mampu memadukan
anatara iman, ilmu dan amal sehingga terciptalah manusia-manusia yang berakhlak
mulia dan memiliki berbagai macam keterampilan.
Kedua : untuk mencapai tujuan tersebut, maka
secara umum, Al-Qur’an menggambarkan metode pendidikan yang tidak hanya
menyentuh akal manusia, tetapi juga jiwanya, sebab, kesemuanya ini adalah
potensi-potensi manusia yang harus dikembangkan lewat pendidikan.
Ketiga, selain itu, ada prinsip yang harus
dijadikan semboyan: “ tidak ada waktu tanpa pendidikan” karena belajar sebagai
rangkaian dari pendidikan, maka waktunya tidak dibatasi oleh umur seseorang.
Wallahu a’lam.
D. Daftar Pustaka
Hasan
Langgulung,Tujuan PendidikanDalam Islam,
Diktat Kuliah tidak diterbitkan, Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah,Jakarta.
H.Eddy Agussalim
Mokodompit,”Problematika Pendidikan di Masa Depan”, Warta Alauddin Ujungpandang.
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta
Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, Jakarta: AMZAH.
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusi
Berkarakter Dan Beradab, Jakarta : Cakrawala Publishing.
Felix
y. Siauw, Beyond The Inspiration, Jakarta Barat: Khilafah Press.
Muhammad Al Ghazali, Nazhariyyah At Tarbiyyah Al-Fardi wa Al
Mujtama, Syirkah Maktabah, Mekkah.
Mustafa Al Kiek, Baina
Al Alamin, Dar Al Ma’arif, cairo
1965.
Muhammad Quthub, Minhaj Al Tarbiyyah Al Islamiyah, Dar Al Syuruq, t.t.p.1980.
Muhammad Baqir Ash
Shadiq, Al Madrasah Al Quraniyah wa Al
Sunnah Al Tarikhiyyah fi Al Quran Al Karim, Dar Al Ta’aruf, Beirut, 1980.
Ali Khalil Abu Al Ain, Falsafah At Tarbiyah Al Islamiyah fi Al
Quran Al Karim, Dar Al Fikr Al Arabi, Beirut 1980.
Abdul Karim Khatib,Qadiyyah Al Uluhiyah Baina Al din wa Al
Falsafah,t.p.Kairo, 1962, h. 319.
Sayyid Quthub,Al Tashwir Al Fanni fiAl Quran Al Karim,
t.p.t.t.t.1967.
Muhammad Quthub, Jahiliyah al Quran Al Isyriyyin,
Maktabah wahbah, Mesir, 1964.
Al-Jazairi,
Abu Bakar Jabir.Tafsir al-Qur’an al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah Press.2007.
Al-Mubarakfuri
Shafiyurrahman.Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
2008.
Ar-Rifa’I,(Muhammad Nasib terj) Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir. Depok: Gema Insani Press.2012
http://www.tuanguru.com/2011/12/pendidikan-seumur-hidup-dalam-islam.html.Diunggah, Senin 9 Januari
2017
M. Sudiyono, Ilmu
Pendidikan Islam, Jilid I (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Burhanuddin Salam, Pengantar
Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), cet. I, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1997).
[1] Hasan Langgulung,Tujuan PendidikanDalam Islam, Diktat
Kuliah tidak diterbitkan, Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah,Jakarta,t.t.,h.2.
[2] Ibid.,h.2
[3] H.Eddy Agussalim
Mokodompit,”Problematika Pendidikan di Masa Depan”, Warta Alauddin
Ujungpandng,1998.h.30-31.
[6] Burhanuddin
Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), cet. I, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1997), h. 217.
[8]
https://ustadzabdurrahmanshaleh.wordpress.com/2013/03/29/memaknai-pendidikan-seumur-hidup-dari-sudut-pandang-agama-islam/
[10] Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusi
Berkarakter Dan Beradab, Jakarta : Cakrawala Publishing, hlm. 115-117
[12] Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusi
Berkarakter Dan Beradab, Jakarta : Cakrawala Publishing, hlm. 115-117
[13] Alquran Digital dan terjemahannya
[14] Alquran Digital dan
terjemahannya
[15] Alquran Digital dan
terjemahannya
[16] Alquran Digital dan
terjemahannya
[17] Muhammad Al Ghazali, Nazhariyyah At Tarbiyyah Al-Fardi wa Al
Mujtama, Syirkah Maktabah,
Mekkah,1980, h.1.
[18] Mustafa Al Kiek, Baina
Al Alamin, Dar Al Ma’arif, cairo,
1965, h.94.
[19] Alquran Digital dan
terjemahannya
[20] Alquran Digital dan
terjemahannya
[21] Muhammad Quthub, Minhaj Al Tarbiyyah Al Islamiyah, Dar Al Syuruq, t.t.p.1980,h.13.
[22] Muhammad Baqir Ash Shadiq, Al Madrasah Al Quraniyah wa Al Sunnah Al
Tarikhiyyah fi Al Quran Al Karim, Dar Al Ta’aruf, Beirut, 1980,h.128.
[23] Ali Khalil Abu Al
Ain, Falsafah At Tarbiyah Al Islamiyah fi
Al Quran Al Karim, Dar Al Fikr Al Arabi, Beirut, 1980, h.179.
[24] Ali Khalil Abu Al
‘Ain, Falsafah al Tarbiyyah Al Islamiyyah fi Al
Quran Al Karim, Dar Al Fikr Al
Arabi, 1980,h.13.
[25] Alquran Digital dan
terjemahannya
[26] Abdul Karim Khatib,Qadiyyah Al Uluhiyah Baina Al din wa Al
Falsafah,t.p.Kairo, 1962, h. 319.
[27] Alquran Digital dan
terjemahannya
[28] Sayyid Quthub,Al Tashwir Al Fanni fiAl Quran Al Karim,
t.p.t.t.t.1967, h.239.
[29] Alquran Digital dan
terjemahannya
[30] Abdul Karim Khatib,
op.cit., h. 328.
[31] Alquran Digital dan
terjemahannya
[32] Alquran Digital dan
terjemahannya
[33] Muhammad Quthub, Jahiliyah al Quran Al Isyriyyin,
Maktabah wahbah, Mesir, 1964, h.316
[34] ibid
[35] Alquran Digital dan
terjemahannya
[36] Alquran Digital dan
terjemahannya
[37] Alquran Digital dan
terjemahannya
[38] Alquran Digital dan
terjemahannya
[39] Alquran Digital dan
terjemahannya
[40] Alquran Digital dan
terjemahannya
[41] Alquran Digital dan
terjemahannya
[42] Alquran Digital dan
terjemahannya
[43] Alquran Digital dan
terjemahannya
[44] Alquran Digital dan
terjemahannya
[46] http://www.tuanguru.com/2011/12/pendidikan-seumur-hidup-dalam-islam.html.Diunggah, Senin 9 Januari
2017.