PPP SUMUT BERGERAK BERSAMA RAKYAT--- Mau Dipublikasikan, Kami Harian_Indonesiapagi.Online Siap Hadir Untuk Anda. Terima Kasih. BUKTIKAN.....!---DIJUAL HP SECOND, MOBIL SECOND, DAN SEPEDA MOTOR SECOND MURAHHH....HUB:085837686014---MAU BERDISKUSI TENTANG JURNALIS, POLITIK DAN AGAMA HUBUNGI MAHASISWA S3 PPs UIN SUMUT SUASANA NIKMAT GINTING, MA DI NOMOR HP 081396100099---KESEHATAN ITU PALING UTAMA. JAGA KESEHATAN DENGAN MADU HITAM" SILAHKAN PASANG IKLAN BARIS ANDA DI SINI, HUB. Hp: 081396100099

Kamis, 11 Oktober 2018

Ulama Selebriti : Persentuhan Agama dan Budaya Pop


Ulama Selebriti :
Persentuhan Agama dan Budaya Pop


Oleh : Suasana Nikmat Ginting


BAB I

PENDAHULUAN
Kata ulama berasal dari bahasa arabالعلماء  jamak  daru mufrad (kata tunggal) عالِم  ʿĀlim orang yang berarti orang yang berilmu atau orang yang berpengetahuan.[1] Sayyid Qutub berpendapat ulama adalah orang- orang yang memikirkan dan memahami al Quran.[2]
Di Indonesia kata ulama yang  semula dimaksudkan dalam bentuk jamak, berubah menjadi bentuk tunggal. Dalam pengertiannya ulama menjadi lebih sempit, karena diartikan sebagai seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan agama saja.[3]
Sedangkan Sufyan al Tsauri berpendapat bahwa ulama itu ada tiga macam yaitu: orang yang tau kepada Allah dan urusannya, orang yang tahu kepada Allah  tetapi tidak mengetahui urusannya, dan orang yang tau kepada Allah tapi tidak tau urusannya.[4] Banyak lagi pengertian dan pendapat para pakar dan tokoh tentang ulama. Namun pemakalah memaparkan sekedarnya tentang pengertian ulama dan yang paling penting pengertian Ulama juga bisa  dilihat di dalam Al Quran  Surat Al Fathir ayat 28:
  
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.[5]
[1258] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Menurut M. Quraish Shihab bahwa yang dinamakan ulama adalah mereka yang memiliki pengetahuan tentang agama, fenomena alam dan sosial, asalkan pengetahuan tersebut menghasilkan khasyah. Khasyah menurut pakar bahasa al-Quran, ar-Raghib a-Ashfani, adalah rasa takut yang disertai penghormatan yang lahir akibat pengetahuan tentang objek. Penyataan di dalam al-Qur‟ăn bahwa yang memiliki sifat tersebut hanya ulama mengandung arti bahwa yang tidak memilikinya bukanlah ulama.[6]
Sedangkan pegertian Selebritis adalah orang yang terkenal atau masyhur (biasanya tentang artis)[7]. Jadi Ulama Selebritis itu bisa kita simpulkan orang yang mengetahui dan taat kepada Allah serta menyampaikan ajaran Agama serta sosoknya yang dikenal oleh publik di media massa.
Di sini  penulis akan mencoba menjelaskan, bagaimana sesungguhnya  ulama konvensional dengan ulama selebritis saat ini. Apakah ulama dahulu dan sekarang tetap konsisten secara prinsipnya menjalankan fungsi dan peran ulama sebagai pewaris para nabi.Dan mengapa terjadi pergeseran pola dakwah sehingga masyarakat lebih menggandrungi ulama selebritis dalam berdakwah.
            Serta apakah ulama terdahulu dan ulama selebritis saat ini dapat terlihat sama dalam berbagai karya- karyanya dalam bentuk buku atau tulisan terkait dengan persoalan agama saat ini.
Penulis menyadari tulisan ini penuh dengan kekurangan dan memerlukan masukan kontribusi yang konstruktif sehingga menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi masyarakat luas.



BAB II
PEMBAHASAN
a.      Latar Belakang Sosio- Religius Fenomena Ulama Selebriti
Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, model dakwah yang disampaikan para mubaligh atau para da’i telah mengalami banyak perubahan. Model ceramah agama yang dulunya lebih bersifat konvensional, setidaknya telah mulai ditinggalkan oleh sejumlah da’i. Lalu mulai bergeser pada dakwah berorientasi intertain. Yakni model berceramah agama yang tidak sekadar mendengarkanm ceramah sang da’i, tetapi sekaligus menjadi ajang ‘hiburan’. Para jamah pun bisa dibuat ger-geran oleh sang da’i. Tentunya, mereka para da’i berdakwah dengan memanfaatkan perkembangan kemajuan teknologi Komunikasi dan informasi, khususnya media televisi.
Di samping media massa lainnya, seperti surat-kabar, majalah dan juga radio. Pertanyaannya, apakah pola berdakwah seperti itu lebih efektif? Realita di masyarakat menunjukkan, bahwa belakangan banyak tersuguh paket tayangan siraman rohani di sejumlah stasiun televisi, yang menampilkan para pendakwah dengan model ceramah yang menghibur. Faktanya, model berceramah seperti ini sangat digemari masyarakat.
Pada pemirsanya pun cukup tinggi. Bila kita simak di salah satu stasiun televisi swasta nasional, setiap pukul 05.00 wib dan juga ada yang tayang pukul 06.00 wib, pemirsa bisa mengikuti ceramah agama yang disampaikan oleh beberapa da’i yang belakang mereka mendapat tambahan ‘gelar’ sebagai da’i selebriti atau da’I gaul dimana metode dakwah yang disampaikan layaknya anak muda dengan metode yang khas ke anak muda-mudaan. Yang seharusnya dakwah berkostum baju koko dan bersurban akan tetapi justru memakai celana jeans bahkan terkadang tidak berkopiyah seperti halnya Ustadz Uje al-marhum. Kita bisa memilih acara ceramah agama yang banyak ditayangkan televisi.
Salah satunya lagi, adalah acara yang menghadirkan Ustadz Muhammad Nur Maulana.Kebetulan, dalam beberapa tahun terakhir ini namanya terus melejit dan gaya, serta ucapannya sering ditirukan masyarakat dari kota hingga ke pelosok kampung. Salah satu sapaan khasnya yang tidak asing ditelinga kita yakni:Jama..ahhhhh, ohhhh.... jamaah”, yang kemudian dijawab “ye, ye, Alhamdulillah” oleh pemirsa yang hadir di studio televisi.
Sapaan khas da’i asal Makassar itu, seolah menyentuh seluruh jamaah yang hadir dan bahkan jutaan masyarakat di seluruh Indonesia yang menyaksikan lewat tayangan televisi. Gaya dan penampilan da’i muda kelahiran tersebut itu, mampu mengungguli ketenaran da’i para pendahulunya, seperti KH Zainuddin MZ, yang semasa hidupnya dijuluki da’i sejuta umat. Atau da’i lainnya sekaliber KH Abdullah Gymnastiar atau yang sempat populer dengan panggilan Aa Gym. Ustadz Muhammad Nur Maulana kerap membumbui ceramahnya dengan alunan musik, diselingi dialog dengan para jamaah yang hadir.Dan biasanya diakhiri dengan doa penutup yang tema-temanya sering terkait dengan birrul walidain, berbakti kepada kedua orang tua. Doa yang dilafalkan dengan menggunakan bahasa Indonesia itu, kerap  menghanyutkan jamaah yang hadir, hingga tidak jarang mereka meneteskan air mata. Untuk lebih menarik acara sebagai pelengkap hiburan, dalam setiap penampilannya da’i yang gayanya agak ‘feminin’ ini juga selalu didampingi bintang tamu, seorang artis.[8]
Persoalannya, apakah metode ceramah agama yang penuh humor dan menghibur seperti itu mengena sasaran? Kalau kita simak keberadaan media massa, biasa disikapi dengan dua cara,pertama dipandang sebagai pembentuk masyarakat, atau kedua sebagai cermin yang memantulkan keadaan masyarakat. Yang pertama bertolak dari paradigma yang menempatkan media sebagai suatu instrumen yang memiliki daya yang kuat dalam
mempengaruhi alam pikiran warga masyarakat. Posisi media semacam ini akan melihat keberadaan media massa sebagai faktor penting yang memiliki daya mempengaruhi sasarannya.
Sejumlah ahli bahkan merumuskan bahwa setiap komunikasi dengan media massa pada dasarnya berpretensi untuk mengubah sasaran agar sesuai dengan kehendak komunikator. Paradigma ini menempatkan komunikan sebagai obyek yang pasif, yang dapat diubah dan dibentuk oleh pihak komunikator.
Sementara, Ustadz Muhammad Nur Maulana sebagai pelaku dakwah di media (televisi), mengakui bahwa tidak semua masyarakat menyukai pola atau model ceramah yang menjadi ‘trademark’ gayanya. Menurutnya, model dan metode dakwah memang bermacam-macam. Baginya, dakwah yang diselingi humor itu hanya metode dakwah saja, sebab tujuannya adalah bagaimana jamaah mendapatkan pengetahuan ajaran Islam. Yang
terpenting bagaimana agar jamaah tidak bosan mendengarkan,karena terbukti ceramah-ceramah pengajian pada umumnya,sering membosankan dan menjenuhkan, sehingga pesan agama yang baik menjadi tidak tersampaikan dengan baik.[9]
Agama bagi manusia adalah sebagai pegangan dan petunjuk kehidupan, Islam sebagai agama adalah sejak diwahyukannya kepada Nabi Muhammad SAW sampai berakhirnya kemanusiaan nanti. Ajaran islam menunjukkan integrasi positif berupa keseimbangan-keseimbangan yang diperlukan dalam kehidupan.
Tidak terwujudnya keseimbangan akan mengakibatkan kepincangan-kepincangan, misalnya sangat mementingkan materi sementara urusan spiritual terabaikan atau sebaliknya.Karena itu manusia yang dikehendaki ajaran ini adalah manusia seutuhnya bukan sepotong-potong atau setengah-setengah, “fiaddunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah”.[10]
Agama telah memberikan garis tegas mengenai tiadanya penindasan antar umat beragama, antara manusia. Tiada perbedaan warna kulit dan jenis kelamin. Musyawarah adalah inti dari ajaran islam demi menyelamatkan umat manusia agar tidak terjadi problem diantara kita sebagai hamba Allah. Keadilan,kejujuran, saling menghargai, ingarso sung tuladha tutwuri handayani semua akan bisa merasakan kedamaian dan tidak ada dusta di antara kita.
Agama memberikan perlindungan dan tuntunan perlindungan terhadap manusia diantaranya adalah badan, akal pikiran, harta, keturunan dan lingkungan hidup yang baik aman tentram gemah ripah loh jinawe, murah sandang, pangan dan papan. Tampaknya ajaran islam yang telah di kemukakan melalui al-qu’an dan as-sunah tersebut masih merupakan ajaran ideal gabi masyarakat saat ini terutama masyarakat yang sudah mengalami perkembangan teknologi dan komunikasi.
Pada kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan dakwah sering dijumpai adanya kekurangan, kesalahan maupun kejanggalan dalam komponen-komponen dakwah, seperti materi yang tidak sesuai, da’I yang kurang menguasai
media dakwah, terbatasnya dana dan sebagainya. Namun semua itu bukanlah menjadi penghalang untuk berhenti berdakwah,karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, hanya Allah yang paling sempurna.12 Yang terpenting disini adalah bagaimana problematika tersebut dapat segera diatasi dan dicari solusi jalan keluarnya sehingga kegiatan dakwah dapat berjalan dengan baik. Maka dalam rangka memperoleh pengalaman dalam pelaksanaan dakwah seorang da’I atau mubaligh harus memperbanyak aktifitas atau kegiatan dakwah serta terus berlatih.
Semakin rajin dan banyak latihan serta mengambil contoh dari da’I atau mubaligh yang sudah ahli maka seorang da’i semakin mengetahui kekurangan dan kelemahan untuk selanjutnya dapat memperbaiki kekurangannya sehingga dakwahnya berhasil.
Di era globalisasi dan informasi ini perubahan masyarakat lebih cepat jika dibandingkan dengan pemecahan dakwah.
Manusia sekarang ini tengah disibukkan oleh kebutuhan yang semakin kompetitif, bersaing dengan aneka ragam tantangannbahkan berkorban raga serta jiwanya. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa perubahan manusia untuk mengikuti kepentingan diri sendiri tanpa menghiraukan kepentingan orang lain bahkan tidak mustahil sering menimbulkan benturan antar sesama
manusia. Banyak manusia yang mengalami krisis moral, dengan meninggalkan ibadah serta amal shaleh lainnya.[11] 
Oleh karena itu setiap kader dakwah harus selalu sadar dan waspada terhadap perkembangan masyarakat dewasa ini sehingga masyarakat lebih sensitif atau peka terhadap lingkungan sekitar.
Yang lebih penting lagi untuk memperhatikan adalah para generasi muda yang masih pengguran, padahal mereka semua sebenarnya adalah masyarakat yang menjadi dambaan yang tentunya sudah terpelajar.
Untuk kegiatan beragama para generasi muda dan menjadi tumpuhan harapan bangsa dan Negara dan agama seringkali terbentur untuk tidak melaksanakan bahkan mengabaikan shalat, sementara kehidupan di luar telah membudaya pergaulan bebas, mabuk-mabukan, maraknya perjudian, perkosaan, penganiayaan,pembunuhan dan sebagainya. Mampukah umat islam terlebih seorang da’I untuk memikul beban seberat ini?.Saat ini perusahaan perusahaan, rumah sakit, hotel, lestoran, swalayan seharusnya sudah memiliki masjid atau mushalla untuk melakukan ibadah shalat maupun shalat jum’at. Insya Allah dengan terlaksananya itu mental serta moral karyawan menjadi lebih baik dan ini merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan tersebut. Namun fakta menunjukkan lain, bahkan para pemilik perusahaan, lestoran, hotel, swalayan, rumah sakit terkadang tidak begitu dihiraukan atau bahkan para pemiliknya yang notabene non muslim sengaja menghambat dakwah di lingkungan perusahaannya. Kalaupun diijinkan untuk pelaksanaan shalat waktunya dipersempit itupun dengan alokasi batas istirahat dan makan.
Ini adalah sebagian gambaran problematika tantangan dakwah saat ini khususnya di era teknologi dan komunikasi yang mau tidak mau harus kita hadapi dan merupakan tanggungjawab untuk islam ke depan.

b.      Bentuk-Bentuk Kegiatan Utamanya
Jika berbicara tentang bentuk- bentuk kegiatan ulama/dai selebritis tentulah yang paling utama berdkahwah secara lisan di masjid maupun di televisi dan media lainnya. Namun, memang penulis akan merinci secara detail apa saja bentuk kegiatan mereka sehari- hari sbegai berikut:

1.Berdakwah
Berbicara tentang kegiatan ulama selebritis tentu kita bisa melihat mereka melakukan dakwah di media telivisi sosial dan cetak seperti yang dilakukan Ustadz Yusuf Mansur.
Ia dilahirkan dari keluarga Betawi yang berkecukupan pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif’ah dan sangat dimanja orang tuanya. Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992. Selalu bisa terlihat berceramah di pagi maupun sore hari. Khusus dibulan Suci Ramadhan ini bisa dilihat di Metro TV dan TV One serta diberbagai media cetak, sosial lainnya.[12]
Bahkan ia juga tidak hanya menyampaikan ceramah di depan media Ustadz Yusuf juga membuat buku ‘Wisata Hati Mencari Tuhan Yang Hilang’. Buku yang terinspirasi oleh pengalamannya di penjara saat rindu dengan orang tua. Tak dinyana, buku itu mendapat sambutan yang luar biasa.
Ustadz Yusuf sering diundang untuk bedah buku tersebut. Dari sini, undangan untuk berceramah mulai menghampirinya. Di banyak ceramahnya, ia selalu menekankan makna di balik sedekah dengan memberi contoh-contoh kisah dalam kehidupan nyata.
Karier Ustadz Yusuf makin mengkilap setelah bertemu dengan Yusuf Ibrahim, Produser dari label PT Virgo Ramayana Record dengan meluncurkan kaset Tausiah Kun Faya Kun, The Power of Giving dan Keluarga.[13]
Ustadz Yusuf juga menggarap sebuah film berjudul KUN FA YAKUUN yang dibintanginya bersama Zaskia Adya Mecca, Agus Kuncoro, dan Desy Ratnasari. Film ini merupakan proyek pamungkas dari kegiatan roadshow (ceramah keliling) berjudul sama selama Januari-April 2008.[14]
Melalui Wisata Hati, ia menyediakan layanan SMS Kun Fayakuun untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada. Ia juga menggagas Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA), sebuah program unggulan dan menjadi laboratorium sedekah bagi seluruh keluarga besar Wisatahati. Donasi dari PPPA digunakan untuk mencetak penghafal Alquran melalui pendidikan gratis bagi dhuafa Pondok Pesantren Daarul Quran Wisatahati. Ustadz Yusuf bersama dua temannya mendirikan perguruan tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Cipta Karya Informatika.[15]

Ustad Yusuf juga melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk bisnis PAYTREN bergerak dalam bidang teknologi digital virtual multipayment. Bisnis ini tentang Teknologi pembayaran/pembelian segala macam kebutuhan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga atau keperluan kantor seperti isi ulang pulsa, listrik, internet, telepon, PDAM, cicilan, tv berbayar, pembelian tiket pesawat, kereta api, bahkan kelak untuk melakukan belanja apapun baik itu di mall, toko, atau warung bisa memakai HP saja tanpa membawa uang cash.[16]

            2.Olah Raga
Selain berdakwah, membuat majelis dzikir para ulama atau/dai selebritis juga melakukan berbagai kegiatan olah raga seperti berkuda. Hal itu seperti dilakukan oleh ustad Arifin Ilham didalam kesehariannya.
Sebab menurut Arifin Ilham berkuda itu sangat penting sebagaimana hadis rirayat Bukhari Muslim: Dari Amirul Mu'minin, Umar al-Faruq ibn al-Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah” (HR Bukhari Muslim).[17]Arifin Ilham juga menjelaskan, Allah berfirman di dalam Alquran, artinya:

60. Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).
Selain tu juga menurut Arifin Ilham dalil pentingnya berkuda[18] sebagaimana di dalam Al Quran surat Al 'Aadiyaat 1-6:

Artinya : “Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, Maka ia menerbangkan debu, Dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh, Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya
3.Politik
Mereka para Ulama selebritis seperti  Bachtiar Nasir, AA GM, Arifin Ilham, Yusuf Mansur dan lainnya tidak hanya melakukan dakwah secra lisan di media sosial maupun cetak, akan tetapi ikut serta melakukan aktifitas politik di negeri ini.
Kegiatan politik sekaligus berdakwah ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan dzikir dan aksi yang dilakukan beberapa waktu lalu dalam kontestasi pemilihan pemimpin di negeri ini. Mereka tidak takut dan tidak malu- malu terjun langsung ke tengah- tegah ummat dalam  membela kepentingan ummat Islam dalam menegakkan amar ma’ruf nah munkar.
Arifin Ilham dalam aksi politik bela Islam mengatakan bahwa perjuangan pengorbanan ummat, dari aksi ke aksi, dari Monas Jakarta sampai ke seluruh dunia, dari pilkada sampai ke sidang, penuh dengan "hikamul qishshah" kisah nyata penuh hikmah yg bersejarah.
“Tegaknya keadilan akan menjadi efek jera positif, pelajaran yg sangat mahal bagi siapapun untuk tidak boleh menista agama siapapun. Dan ini akan menjadi pilar untuk menjaga keutuhan kebhinekaan dan kedamaian rakyat negeri kita tercinta ini,”[19] .
Menurut Arifin Ilham, Allah melarang hambaNya untuk menghina keyaqinan selain pada-Nya sebagaimana QS Al An’am 108:[20]
Ÿ  
108. Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
c.       Perbandingan dengan Ulama Konvensional
Sebelum kita melihat perbandingan dengan ulama konvensionla penulis memandang perlu menegaskan tugas utama para ulama yaitu melaksanakan tugas kenabian, membacakan ayat-ayat Al-Quran, yakni menyampaikan risalah Islam, membimbing umat agar hidup di bawah naungan syariat Allah SWT, melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta menjawab berbagai pertanyaan sesuai dengan pandangan Islam. Sebagaimana QS Al Baqarah 151:[21
  
151. Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dari Abu Darda r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:  Sesungguhnya seorang alim akan dimintakan ampun kepada Allah oleh siapa saja yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan paus di laut pun mendoakannya. Keutamaan seorang alim terhadap seorang abid (ahli ibadah yang tidak alim)seperti kelebihan bulan dibandingkan berbagai bintang, dan para ulama adalah pewaris para Nabi,..[22]
            Di sini penulis penting menuliskan bagaimana kegiatan dan apa saja karya- karya yang dilakukan para ulama konvensional. Sebab, untuk mengetahui perbandingan yang objektif maka paparan dan karya yang dilakukan ulama selebritis di atas harus dibandingkan dengan kegiatan dan karya yang dilakukan ulama konvensional.
            Setidaknya hanya beberapa sosok ulama konvensional yang penulis buat untuk mewakili yang ulama lainnya, sehingga keterbatasan dan keterwakilan setidaknya bisa menjadi perbandingan bagaimana ulama konvensional dan ulama selebritis dari zaman berzaman.
            Pertama kita melihat ulama konvensional Syekh Musthafa Husei, lahir di Tanobato, Kayu Laut pada tahun 1886 M/1303 H dengan nama kecil Muhammad Yatim dari pasangan H. Husein Nasution dan Hj. Halimah. Ayahnya seorang saudagar yang taat beragama. Keadaan masyarakat di Tanobato saat itu sangat menyedihkan akibat perlakuan penjajah Belanda yang memberlakukan sistem tanam paksa bagi para petani.
Di usia tujuh tahun, Syekh Musthafa bersekolah di Sekolah Dua, Kayu Laut. Setelah lima tahun beliau tamat dan melanjutkan belajar kepada Syekh Abdul Hamid di Huta Pungkut. Syekh Abdul Hamid merupakan kerabatnya sendiri yang menamatkan pendidikannya di Mekkah. Pada tahun 1900, Syekh Musthafa berkesempatan melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, Saudi Arabia.
Selama di Mekkah beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka, 10 orang di antaranya : Syekh Abdul Qodir Al-Mandily, Syekh Mukhtar Bagan, Syekh Ahmad Sumbawa, Syekh Salih Bafadil, Syekh Ali Maliki, Syekh Umar Bajuneid, Syekh Ahmad Khatib, Syekh Abdul Rahman, Syekh Umar Sato dan Syekh Muhammad Amin Madinah. Atas bimbingan para ulama terkemuka di atas ditambah kecerdasan Syekh Musthafa maka beliau dipercaya gurunya untuk menjadi pengajar di Masjidil Haram. Bidang ilmu utama yang ditekuninya adalah ilmu fikih.
Pada tahun 1912, Syekh Musthafa kembali ke kampung halamannya karena ayahnya meninggal dunia. Syekh Musthafa mulai mengajar dari masjid ke masjid di sekitar Tanobato. Kehadiran beliau dalam mengajarkan Islam di Tanobato mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, apalagi beliau tetap berpegang teguh dalam mempertahankan Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja). Hal inilah yang memberikan pemikiran bagi beliau untuk membuat sebuah wadah dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang diperolehnya sampai ke Mekkah. Pada tanggal 12 Nopember 1912 beliaupun mendirikan Pondok Pesantren di Tanobato, Kayu Laut.[23]
Di tahun 1915 terjadi bencana banjir sangat besar yang menghanyutkan rumah-rumah penduduk di Tanobato sehingga tanggal 25 Nopember 1915 Syekh Musthafa hijrah ke Purba Baru. Seorang muridnya yang bernama Abdul Halim Lubis ikut hijrah dari Tanobato ke Purba Baru. Abdul Halim Lubis ini kelak menjadi menantu Syekh Musthafa yang bernama lengkap Syekh Abdul Halim Khatib. Hijrahnya Syekh Musthafa ke Purba Baru ternyata banyak berpengaruh pada perkembangan pesantrennya dengan menjadikannya Madrasah Musthafawiyah Purba Baru. Sejak saat itu Syekh Musthafa mendapat julukan sebagai Tuan Purba atau Tuan Natobang dan Syekh Abdul Halim mendapat julukan sebagai Tuan Naposo.
Di pesantren Purba Baru ini para santri tidak hanya mendapatkan pelajaran agama saja tetapi bidang-bidang lain yang nantinya bisa jadi bekal di masa yang akan datang. Para santri laki-laki diwajibkan tinggal di gubuk-gubuk kecil di sekitar pesantren yang mendidik agar para santri mampu hidup mandiri. Syekh Musthafa dikenal sebagai guru agama yang juga mengajarkan para santrinya untuk mampu menjadi pengusaha, pedagang dan petani yang baik dan sukses. Suasana pendidikan yang dikembangkan Syekh Musthafa di Purba Baru sangat menarik bagi masyarakat sekitar untuk mengirimkan anak-anaknya belajar di Musthafawiyah. Suasana pendidikan seperti itu masih dipertahankan sampai saat ini.[24]
Pada tahun 1928 para pemuda se-Indonesia mengumandangkan Sumpah Pemuda yang memberikan semangat ekstra bagi pergerakan melawan penjajahan. Semangat Sumpah Pemuda inipun menular sampai ke Tapanuli. Berbagai macam organisasi pergerakan masuk ke Tapanuli. Syekh Musthafa pun turut serta dalam pergerakan tersebut. Di tahun 1930an, Syekh Musthafa yang aktif dalam pergerakan juga membuka usaha pertanian dan pengolahan hasil tani sehingga pengelolaan Musthafawiyah banyak dipercayakan kepada Tuan Naposo dibantu oleh Syekh Ja’far Abdul Wahab gelar Tuan Mosir yang juga menantu Syekh Musthafa. Tercatat dalam periode ini Syekh Ali Hasan Ahmad Addary pernah mengabdikan diri turut mengajar di Musthafawiyah ini.[25]
Di masa pergerakan ini banyak aliran-aliran Islam yang baru (Wahabi dan sejenisnya) turut masuk ke Tapanuli sehingga hal ini menjadi perhatian khusus Syekh Musthafa. Syekh Musthafa pernah menjadi Ketua Cabang Syarikat Islam. Masuknya Muhammadiyah ke Tapanuli Selatan di tahun 1930 ternyata banyak menimbulkan pertentangan di kalangan kaum tua sehingga lahirlah Persatuan Muslim Tapanuli (PMT) di Padangsidimpuan yang diprakarsai Syekh Musthafa. Terbentuknya Al-Washliyah tahun 1930 di Kota Medan tidak banyak membawa pengaruh terhadap perkembangan Islam di Tapanuli Selatan. Ketidakpuasan Syekh Musthafa terhadap organisasi dari Medan maka tahun 1939 Syekh Musthafa mendirikan Al Ittihadiyatul Islamiyah (AII) di Purba Baru untuk menyamakan kurikulum madrasah di Tapanuli Selatan demi mempertahankan ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Setelah Indonesia merdeka di tahun 1945, Syekh Musthafa mengumpulkan para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah se-Tapanuli (bagian) Selatan seperti Syekh Ali Hasan Ahmad, Syekh Baharuddin Thalib Lubis, Nuddin Lubis, dan lain-lain yang kebanyakan terhimpun dalam AII yang menghasilkan kata sepakat bahwa organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang paling sesuai dengan nafas ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pada tanggal 9 Februari 1947, Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Utara resmi berdiri pertama kali di Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan. Syekh Musthafa Husein terpilih menjadi Rais Syuriah pertama dan Syekh Baharuddin Thalib Lubis terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah pertama. Pesantren Musthafawiyah Purba Baru menjadi pusat organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Sumatera Utara.
Sejak saat itu NU pun berkembang di Sumatera Utara khususnya di Tapanuli Selatan. Perkembangan NU ini membawa dampak positif bagi misi mempertahankan ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah di Tapanuli Selatan. Syekh Musthafa Husein adalah simbol bagi Nahdlatul Ulama (NU) di Sumatera Utara. Pesantren Musthafawiyah pun menancapkan namanya di bumi nusantara sebagai pusat perkembangan Nahdlatul Ulama di Sumatera Utara. Syekh Musthafa pun sempat menjadi A’wan Syuriyah PBNU periode 1954 – 1956. Di saat bersamaan NU berubah menjadi Partai Poltik memisahkan diri dari Masyumi dan pada Pemilu 1955 Syekh Musthafa ikut menjadi calon anggota Konstituante dan terpilih mewakili Partai NU.
Pada tanggal 16 Nopember 1955, Syekh Mustafa Husein Nasution menghembuskan nafas terakhir di Padangsidimpuan dan dimakamkan di Purba Baru. Sepeninggal Syekh Musthafa, Musthafawiyah dikelola dan dipimpin oleh putra tertuanya, H. Abdullah Musthafa Nasution. Saat ini Musthafawiyah dikelola dan dipimpin oleh cucu Syekh Musthafa yang bernama H. Musthafa Bakri Nasution.[26]
            Kedua ulama konvensional yaitu Syekh H. Muhammad Yunus seorang ulama Al washliyah yang selama hidupnya mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam. Banyak ulama-ulama terkenal yang menuntut ilmu melalui beliau diantaranya adalah H.Abdurrahman Syihab, H.Baharuddin Ali, OK. H. Abdul Aziz, H.Ismail Banda, Abdul Wahab dan lain-lain.
            Syekh H. Muhammad Yunus dilahirkan di Perkampungan Pecukaian Binjai, Sumatra Utara pada tahun 1889. Beliau berasal dari Gunung Beringin kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Ayahnya bernama H.Muhammad Arsyad. Di kota Binjai beliau menuntut ilmu pengetahuan dasar agama dengan sabar dan tekun. Melanjutkan pelajarannya di Titi Gantung Binjai dan berguru dengan Syekh H.Abdul Muthalib. Kemudian beliau berguru dengan tuan Syekh H. Abdul Wahab Rokan Naksyabandi di perguruan Babussalam Langkat dengan mendalami ilmu fiqih dan mantik.
            Syekh H.Muhammad Yunus tidak pernah henti-hentinya untuk menggali ilmu pengetahuan dariberbagai sumber. Berangkatlah beliau ke Malaysia (Kedah) untuk berguru dengan Syekh Muhammad Idris Petani. Selang beberapa lama kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke Mekkah (Saudi Arabia) belajar dengan Syekh Abdurrahman , Syekh Abdul Qadir Mandili, dan Syekh Abdul Hamid, Setelah beberapa tahun menjadi murid disana beliau pun mengajar di Makhtab Sultiah Mekkah. Sekembalinya dari Timur Tengah beliau menambah pengetahuannya lagi di Malaysia (Penang) dengan Syekh Jalaluddin Petani dan Syekh Abdul Majid Keala Muda Penang.
            Sekembalinya di tanah air beliau menyumbangkan tenaga dan pikirannya di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan dan menjadi guru atau kepalah di madrasah tersebut. Dalam masa kepmimpinannya makhtab tersebut merupakan Madrasah tertua di Sumatra Timur.Beliau membina murid-muridnya untuk menjalin persatuan tanpa membedakan suku dan etnis dan tingkat kebangsawanan. Melalui persatuan pelajar-pelajar Islam “Debating club” pada tahun 1930 lahirlah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah di kota Medan. Ketika para pelajar makhtab Islamiyah Tapanuli mencetuskan lahirnya organisasi yang bernama Al Washliyah mereka meminta pendapat kepada tuan guru H. Muhammad Yunus mengenai nama organisasi ini sesusai shalat Istikharah beliau menyampaikannya di hadapan para khalayak nama organisasi yang baru dibentuk ini adalah “Al Jam’iyatul Washliyah” yang artinya Organisasi yang saling menghubungkan sesamanya.
            Dalam usianya ke-60 disaat terjadinya pendudukan Belanda (tahun 1948-1950) beban tanggung jawab beliau sangat berat khususnya dalam bidang ekonomi untuk menutupi kebutuhan keluarga. beliau mempunyai seorang istri dan sepuluh orang anak yang masih kecil. Sampai-sampai beliau haus mengajar diberbagai tempat seperti sekolah menengah Islam Al Washliyah Jalan Hindu Madrasah Al Washliyah di jalan Mabar, mengajar di jalan Sungai Kera Medan, Pasar Bengkel dan Perbaungan. Inilah yang di tekuni beliau setiap harinya belum lagi kegiatan dakwah dan pengajian lainnya. dalam usianya yang semakin lanjut di barengi dengan pekerjaan berat dan tanggung jawab membutuhi keluarga. Beliau pun menderita sakit dari hari ke hari penyakit tersebut semakin parah, sehingga pada tanggal 7 Juli 1950 bertepatan pada tanggal 1 Syawal 1364 H dalam usianya ke 61 tahun beliau di panggil oleh Allah SWT ke sisi-Nya.[27]
            Ketiga Syekh Nawawi al Bantani alias syekh Nawawi al Jawi Al Bantani Asy Syafi’i salah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Al Haram di Makkah. Nama lengkapnya Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al –Jawi al Bantani, lahir di Tanara Serang , Banten 1230 H/1831 M.[28]
            Jejak Syekh Nawawi, baik melalui murid dan pengikutnya maupun melalui kitabnya, yang masih berpengaruh dan dipakai di pesantren hingga kini benar- benar pantas menempatkannya sebagai nenek moyang gerakan intelektual Islam di Nusantara. Bahkan, sangat boleh jadi, ia merupakan bibit penggerak (king maker) militansi muslim terhadap penjajah Belanda.[29]
Syekh Nawawi Banten juga banyak menulis buku hampir setiap displin ilmu yang dipelajarinya di pesantren dan dituliskan dalam bahasa arab. Beberapa karyanya merupakan syarah (komentar) atas kitab yang digunakan di pesantren dan terkadang mengoreksi matan (kitab asli) yang dikomentari.
            Karya- karya monumentalnya antara lain adalah Qathr al Ghaits,  merupakan syarah dari kitab akidah yang terkenal, Ushul qBis, karya Abu Laits al-hasa ara Samarqandi, yang dijawa dikenal dengan sebagai Asmaraqandi.[30] Kitab Madarij al- su’ud ila Ikhyisah al – Burud, yangberbahasa arab dalam berbagai terbitan. Kaya acuan lain yang paling penting ialah Minhaj al- Thalibin.
            Teks dalam bidang akidah ialah umm Al-Barahin (disebut juga Al- Durrah) karya Abdulllah M.bin Yusuf al- Sanusi.tidak hanya itu ia juga menulis kitab yang digunakan anak- anak dan remaja yaitu Aqidh al- Awwam[31].
            Syekh Nawawi al- Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syekh A’li, sebuah kawasan pinggiran kota Mekkah, pada 25 Syawal 1314 H/1879 M dan dimakamkan di sana. Sampai saat ini nama beliau masih harum di Nusantara, bahkan di seluruh dunia.karya- karyanya menjadi rujukan penting dan terus diabadikn hingga saat ini.[32]

d.      Ulama Selebriti dan Pembentukan Budaya Keagamaan
Pertama-tama ketika Rasulullah berdakwah, beliau telah mengawali berdakwah dengan menyampaikan risalah untuk membina pribadi umat. Risalah Nabi Saw, tidaklah berhenti pada perumusan-perumusan kaidah-kaidah falsafah yang universal dan abstrak, yang dilepaskan mengapung di awang-awang, untuk dilihat dan dikagumi, atau dalil-dalil theologi untuk dikunyah sambil duduk. Tujuan risalah Rasulullah adalah untuk menghidup sempurnakan manusia sehingga benar-benar hidup. Dua puluh tiga tahun lamanya Muhammad Saw, menyampaikan risalahnya, mewujudkan kaidah-kaidah itu ditengah-tengah kekuatan jiwanya, dengan contoh dan teladan, dengan amal dan jihadnya, dalam suka dan duka sampai risalahnya tumbuh dan terwujud pada pribadi-pribadi mereka yang menerimanya. Risalah Muhammad Saw, membina pribadi sebagai “social being” mencetak umat yang corak dan tujuan hidup yang sudah menentu. Hidupnya berisikan amal yang shaleh, pancaran iman, kedua kakinya terpancang di bumi, jiwanya menjangkau ke langit. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
“Seruhlah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasehat-nasehat yang baik baik, dan bertukar fikiranlah dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya,dan Beliau yang mengetahui siapa yang terpimpin[33].
Seorang da’i tentu menyadari bahwa pesan dakwahnya tidak hanya untuk segolongan umat saja, melainkan akan disampaikan kepada seluruh umat dengan bermacam corak, ragam budaya dan latar-belakang lainnya. Dia akan berhadapan dengan fahamfaham dan pegangan-pegangan tradisional yang sudah berurat berakar, dengan setengah orang yang apriori dan akan menolak tiap-tiap apa yang baru.
Dengan kegigihannya orang yang ingin mempertahankan gengsinya, dan orang-orang yang khawatir pesan dakwah yang disampaikan akan merugikan dirinya. Dengan kejahilan orang  yang bodoh, yang bereaksi dengan cara yang bodoh pula, dengan orang yang cerdik-cendekia yang hanya mau menerima sesuatu atas dasar hujjah dan keterangan-keterangan yang ‘nyata’. Dan dengan orang-orang yang sangsi, disebabkan oleh  bermacam pendengaran yang serba kepala, dan bermacam tipe dan model manusia lainnya.[34]

Seluruh jenis dan tipe manusia, harus dihadapi oleh seorang pendakwah agama. Masing-masing harus dihadapi secara arif, bijaksana, dan sepadan dengan tingkat kecerdasan, sepadan dengan alam fikiran, perasaan dan tabiat masing-masing. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Quran dalam surat An-Nahl : 125, memberi petunjuk bagi Rasul dan para pembawa risalah, bagaimana menyampaikan dakwah kepada manusia yang terdiri beragam karakter tersebut.

Syeikh Muhammad Abduh[35] menyimpulkan bahwa secara garis besar, umat yang dihadapi seorang da’i dapat dibedakan dalam tiga golongan, yang masing-masing harus dihadapi dengan cara yang berbeda beda pula:

a.Ada golongan cerdik-cendekia yang cinta kebenaran, dan dapat berfikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini harus dipanggil dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dengan dalil-dalil, dengan hujjah yang dapat diterima dengan kekuatan aqal mereka.
b.Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam,belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mauidzatun-hasanah, dengan anjuran dan didikan yang baik, dengan ajaran yang mudah difahami.
c.Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak akan samapai pula bila dilayani dengan
cara/metode seperti golongan awam, mereka suka membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas yang tertentu tidak sampai mendalam. Ini tidaklah berarti, bahwa menghadapi golongan awam selalu akan lebih mudah daripada menghadapi golongan cerdik-cendekia. Memang menghadapi golongan cerdik-cendikia itu memerlukan ilmu yang agak luas dan mendalam.
Akan tetapi seringkali mereka ini, dengan sekadar sindiran atau karimah saja sudah dapat menangkap apa yang dimaksud. Namun kembali, bahwa berdakwah ada ilmunya dan harus mampu menyesuaikan diri, dalam menghadapi masyarakat yang menjadi sasaran dakwahnya. Di sinilah penulis melihat peran ulama selebritis dalam menghidupkan dan membina pribadi ummat dengan lebih luas seluruh penjuru negeri ini dengan cepat dan sesuai dengan pengetahuan dan budaya ummat di negeri ini.
           
e.       Kontribusi sosio-Religius Ulama Selebriti
Kontribusi sosio- Religius ulama Selebritis bisa dapat dilihat dari terjadi pembaharuan dalam konsep berdakwah di dalam era moderen dan digitalisasi ini, jika dibandingkan dengan terdahulu. Sehingga dakwah yang dilakukan kepada ummat dapat dilakukan secara lebih luas dan mempengaruhi semua lintasan waktu, tempat dan generasi, baik kaum muda maupun orang tua, baik muslim maupun non muslim sekalipun.
Dengan berdakwah menggunakan media TV, cetak, elektronik maupun media sosial lainnya, diakui memiliki daya jangkau yang luas, bahkan hampir bisa dikatakan tak bisa diukur sehingga memasuki hampir seluruh struktur sosial di tengah- tengah masyarakat terjangkau.          
Secara sosial kemasyarakatan, terjadi perubahan dan gaya hiduap masyarakat yang mencontoh terhadap apa yang dilakukan para ulama selebritis sehingga lebih mudah memasuki dan menarik keperibadian masyarakat dalam menjalankan misi dakwah sebagaimana yang disampaikan rasul.




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tantangan dakwah beraneka ragam bentuknya, selama ini kita hanya mengenal dalam bentuk klasik; penolakan, cibiran, cacian, bahkan teror. Banyak para da’I mampu mengatasi dengan baik Karena didukung oleh niat yang kuat sebagai seorang pejuang. Meski demikian ada pula yang tidak mampu mengatasi hingga tersingkir dari medan dakwah. Kini ada tantangan baru dalam dakwah. Ketika kehidupan berpolitik dan bernegara telah melibatkan partisipasi langsung seluruh masyarakat maka yang terjadi adalah muncullah banyak politikus dan pemimpin negeri ini yang berlatar agama cukup kuat. Tantangan dakwah dalam bentuk ini menjawab tuntutan zaman diera modern, khususnya diera teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mengglobal seakan dunia berada dalam sebuah genggaman kita.
Fasilitas internet merupakan yang terlengkap dan terefisien, dimana segala bentuk dan macam informasi dapat diakses dengan mudah dan murah termasuk dalam hal ini adalah dakwah diera teknologi didukung dengan semakin menjamurnya warung internet yang memasang tarif murah, kemana dan dengan siapapun. Sekarang kita bisa lakukan dakwah dengan mengunakan fasilitas digital bisa melalui radio, televise, telpon seluler, media internet, facebook, atau twiter. Dakwah bisa dilakukan melalui media massa dan diterima oleh orang banyak. Karena sifatnya massal maka penerima pesan dakwah tidak hanya dikalangan tertentu saja. Kalangan yang dijangkau bisa luas begitu pula dampak yang ditimbulkannya.
Oleh karena itu, kini berdakwah mempunyai tantangan sendiri. Namun, kemajuan teknologi dan informasi, khususnya media televisi, memungkinkan seorang da’i untuk berimprofisasi yang diselingan humor dan hal-hal lain, agar materi ceramahnya tetap menarik untuk disimak serta tidak membuat jenuh bagi mad’u. Kegiatan dakwah akan dapat berjalan secara efektif dan efisien harus menggunakan cara-cara yang strategis dan tepat dalam menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT. Salah satu aspek yang bisa ditinjau adalah dari segi sarana dan prasarana dalam hal ini adalah media dakwah, karena dakwah merupakan kegiatan yang bersifat universal yang menjangkau semua segi kehidupan manusia, maka dalam penyampaiannya pun harus dapat menyentuh semua lapisan masyarakat. Para kader dakwah harus memiliki karakter yang kuat agar bisa mensikapi berbagai tantangan tersebut dengan tegar.
Kegiatan dakwah akan dapat berjalan secara efektif dan efisien harus menggunakan cara strategis dalam menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT. Salah satu aspek yang bisa ditinjau adalah dari segi sarana dan prasarana yakni media dakwah, karena dakwah
merupakan kegiatan yang bersifat universal yang menjangkau semua segi kehidupan manusia, maka dalam penyampaiannya pun harus dapat menyentuh semua lapisan. Yang terpenting di sini adalah bagaimana tantangan dakwah dan problematika tersebut dapat segera diatasi dan dicari solusi jalan keluarnya sehingga kegiatan dakwah dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu setiap kader dakwah harus selalu sadar dan waspada terhadap perkembangan masyarakat dewasa ini sehingga masyarakat lebih sensitive atau peka terhadap lingkungan sekitar. Ini merupakan sebagian gambaran problematika tantangan dakwah saat ini khususnya di era teknologi dan komunikasi yang mau tidak mau harus kita hadapi dan merupakan tanggung jawab untuk Islam kedepan. Semoga Allah yang maha perkasa senantiasa membimbing memberi kekuatan kepada kita untuk melaksanakan dakwah dalam rangka memperoleh ridha dan maghfirah dari Allah SWT.




DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al Quran, Cet.I, 1973.
Sayyid Qutub, Fi Dzilali Al Quran,Beirut: Libanon, Ihyau Al Turats Al Araby, Cet.V.1967., VI.
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Pertama Edisi IV, 2008.
Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, Mesir: Isa Al Halabi Wasirkahu, t.th, III.
AlQuran dan Terjemahan, digital.
M. Quraish Shihab , Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Volume 11, Jakarta: Lentera Hati, Cetakan Keempat, 2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
 Tantangan Dakwah di Era Teknologi dan Informasi ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014 .
Muchsin Effendi, Psi kologi Dakwah, Jakarta: Prenada Setia, 2006.
Rafi’uddin, Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
https://paytren.online/
https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin.ilham/
https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin...
Website.Musthofawiyah.com
Tim Peneliti balai Litbang Agama Makassar, Inventarisasi Karya Ulama Pesanteren, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama 2010.
Muhammad Natsir, Fiqh al Dakwah Dalam Majalah Islam, Jakarta: Kiblat, 1971.





[1]Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al Quran, Cet.I, 1973), h. 278.
[2]Sayyid Qutub, Fi Dzilali Al Quran (Beirut: Libanon, Ihyau Al Turats Al Araby, Cet.V.1967), VI, h. 698. 
[3] Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Pertama Edisi IV, 2008), h. 1520
[4]Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, (Mesir: Isa Al Halabi Wasirkahu, t.th), III,h..554.
[5] AlQuran dan Terjemahan, digital.
[6]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, Cetakan Keempat, 2011, Volume 11), h. 63
[7]Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

[8] ADDIN, Tantangan Dakwah di Era Teknologi dan Informasi, (Vol. 8, No. 2, Agustus 2014 ).h.337
[9] Ibid.
[10] Muchsin Effendi, Psi kologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Setia, 2006), h. 213
[11] Rafi’uddin, Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 53
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] https://paytren.online/
[17] https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin.ilham/
[18] Ibid
[19] https://www.facebook.com/kh.muhammad.arifin...
[20] Ibid.
[21] Al Quran Digital
[22]Ibnul Qayyim mengatakan hadits ini adalah hadits hasan dan “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi” menunjukkan betapa agungnya moralitas para ulama karena para Nabi adalah sebaik-baik ciptaan Allah, sehingga pewaris mereka adalah sebaik-baik manusia setelah mereka karena merekalah yang menyampaikan risalah para Nabi (Miftahu Daris Sa’adah Juz 1/109)
[23] Website.Musthofawiyah.com
[24] Ibid
[25] Ibid
[26] Ibid
[28] Tim Peneliti balai Litbang Agama Makassar, Inventarisasi Karya Ulama Pesanteren, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama 2010), h. 84.
[29] Ibid
[30] Tim Peneliti balai Litbang Agama Makassar, Inventarisasi Karya Ulama.... h. 86.
[31]Ibid
[32] Ibid h.91.
[33]Dalam Q.S. An-Nahl: 125
[34] Muhammad Natsir, Fiqh al Dakwah Dalam Majalah Islam, (Jakarta: Kiblat, 1971), h. 161.
[35] Ibid, h. 162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar